Halaman

Jumat, 22 April 2016

COUNSIL OF EUROPE CONVENTION ON CYBER CRIME & RUU INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

Counsil of Europe Convention on Cyber Crime

Council of Europe Convention on Cyber crime merupakan suatu organisasi international dengan fungsi untuk melindungi manusia dari kejahatan dunia maya dengan aturan dan sekaligus meningkatkan kerjasama internasional. 38 Negara, termasuk Amerika Serikat tergabung dalam organisasi international ini. Tujuan dari organisasi ini adalah memerangi cybercrime, meningkatkan investigasi kemampuan.

            Council of Europe Convention on Cyber crime telah diselenggarakan pada tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah menyepakati bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam European Treaty Series dengan Nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh minimal 5 (lima) negara, termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan oleh 3 (tiga) negara anggota Council of Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan kriminal (criminal policy) yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cyber crime, baik melalui undang-undang maupun kerjasama internasional.

Hal ini dilakukan dengan penuh kesadaran sehubungan dengan semakin meningkatnya intensitas digitalisasi, konvergensi, dan globalisasi yang berkelanjutan dari teknologi informasi, yang menurut pengalaman dapat juga digunakan untuk melakukan tindak pidana. Konvensi ini dibentuk dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut :

Pertama, bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar Negara dan Industri dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk melindungi kepentingan yang sah dalam penggunaan dan pengembangan teknologi informasi.

Kedua, Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem, jaringan dan data komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain yang diperlukan adalah adanya kepastian dalam proses penyelidikan dan penuntutan pada tingkat internasional dan domestik melalui suatu mekanisme kerjasama internasional yang dapat dipercaya dan cepat.
Ketiga, saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia sejalan dengan Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia dan Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan sipil yang memberikan perlindungan kebebasan berpendapat seperti hak berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi/pendapat.

Konvensi ini telah disepakati oleh Masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk diakses oleh negara manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk dijadikan norma dan instrumen Hukum Internasional dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa mengurangi kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan kreativitasnya dalam pengembangan teknologi informasi.

Contoh Kasus :
Tanggal 22 April 2002, polisi di 9 negara di Eropa dan Amerika Serikat menangkap 25 orang sebagai tersangka pelaku tindak pidana pornografi anak. Lima dari sembilan negara tersebut , yaitu: Inggris, Swedia, Switzerland, Jerman dan Denmark, empat negara lain tidak disebutkan. Hal ini berawal dari informasi kepolisian Swiss yang menemukan seorang laki-laki dengan memakai kaos yang bertanda suatu perusahaan di Denmark, tengah melakukan kekerasan seksual terhadap seorang anak perempuan. Informasi ini diteruskan kepada kepolisian Denmark untuk dilakukan penyelidikan lebih cermat. Penangkapan dilakukan oleh kepolisian Denmark terhadap sepasang suami istridi Ringkoebing, 250 mil sebelah barat Denmark. Polisi menemukan banyak foto anak perempuan , serta alamat dan daftar nama mereka yang juga melakukan hal yang sama dengan pasangan tersebut.Pasangan ini dituntut oleh hukum Denmark karena telah melakukan tindak kekerasan terhadap anak, dan ancaman pidana selama 8 tahun, apabila memang hal itu terbukti. 

RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
            Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik. Beberapa materi yang diatur, antara lain: 1. pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE); 2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE); 3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan 4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE);
  
Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain:
  •  konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE); 2. akses ilegal (Pasal 30); 3. intersepsi ilegal (Pasal 31); 4. gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE); 5. gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE); 6. penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE);
  • Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik.
Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.

Contoh Kasus :
Kasus yang dilakukan oleh Wildan Yani Anshari (22), peretas (hacker) situs Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, www.presidensby.info dan melakukan peretasan terhadap situs itu sendirian. Hacker, adalah mengacu pada seseorang yang mempunyai minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya untuk dimanfaatkan kemampuannya kepada hal-hal yang negatif atau melakukan perusakan internet. pada kasus ini telah melanggar Undang – Undang ITE BAB VII Pasal 30 Ayat 3 yaitu  yang mengakses komputer pihak lain tanpa ijin dan atau membuat sistem milik orang lain seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Saran :
Council of Europe Convention on Cybercrime (COECCC) merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerjasama internasional dalam mewujudkan hal ini.

Perlu dilaksanakan sosialisasi konsep dan penerapan UU ITE secara menyeluruh, guna terciptanya masyarakat yang mengetahui segala informasi dan perkembangan tentang undang-undang ini sehingga dapat diterapkan secara maksimal dalam aplikasi teknologi.
Untuk studi lapangan mengenai Pengaruh Penerapan UU ITE terhadap Kegiatan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi selanjutnya, penulis menyarankan agar metode studi diperluas lagi dengan pengamatan penerapan UU ITE di sekolah-sekolah di kelas, sehingga hasil analisisnya lebih efektif lagi. Selain itu, sebaiknya angket tidak hanya ditujukan pada masyarakat awam tetapi juga pada mahasiswa program studi ilmu komputer dan teknologi informasi dengan pertanyaan- pertanyaan yang lebih representatif mengenai informasi dan penerapan undang-undang tersebut.

Sumber :
  • http://ul601.ilearning.me/2015/09/04/artikel-uu-informasi-dan-transaksi-elektronik-19/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Large Rainbow Pointer